[CERPEN] Jodoh Pasti Bertemu

cerpen diyanti blog

Di sebuah taman kampus, obrolan yang menyenangkan dan canda tawa terjadi. Tepatnya di bawah pohon besar belakang gedung perpustakaan, aku beserta teman-teman PKL menikmati waktu istirahat dengan bahagia. Waktu berlalu dengan cepat, aku pun melirik arloji ku yang sudah menunjukkan pukul 13.00 waktu Indonesia Barat.

Aku jadi mendesah tak semangat. Seperti biasa merasa tidak rela meninggalkan waktu istirahat yang menyenangkan bersama teman-teman. Tapi bagaimana lagi, aku hanya anak PKL yang harus tau diri bersikap baik karena membawa nama sekolah.

"Woi, aku balik ya ..." kata ku berpamitan sambil memakai almamater warna biru cerah. Itu simbol asal sekolah kami.

"Cepet amat Ta, nanti dulu ngapa," sahut teman ku yang bernama Nella.

"Mana bisa nanti, dimarahin Pak Kasmir bisa-bisa."

"Oh iya deng, bos mu kan galak ya," kata Nella. "Ya udah sana balik, nanti pulang bareng-bareng."

"Oke!" seru ku mengangkat jempol, kemudian meninggalkan teman-teman ku yang masih menikmati waktu istirahat mereka.

Kami berdua belas ditugaskan di tempat yang berbeda-beda di kampus tempat kami PKL. Aku bersama Dira di bagian akademik dan kemahasiswaan, dimana sekarang lagi sibuk-sibuknya dengan pendaftaran mahasiswa baru. Bahkan dari koridor belakang aku sudah mendengar keramaian yang aku yakini para mahasiswa baru. Dira tadi tidak ikut istirahat dan dia tetap tinggal di ruangan, pasti dia sangat kerepotan sekarang.

Aku lantas mempercepat langkah ku dan melihat di depan loket pendaftaran, para calon mahasiswa baru sedang mengantri, ada yang duduk, ada juga yang berdiri, aku semakin mempercepat langkah ku.

Ketika mulai dekat, baru ku sadari bahwa ada seseorang yang sangat menarik untuk di lihat. Dia sedang duduk di kursi tunggu sambil memainkan ponselnya. Mungkin karena aku memakai seragam SMA, putih abu-abu, jadi sebagian calon mahasiswa baru itu melihat ke arah ku.

Aku pun melihat ke arah mereka dan tidak sengaja malah menatap mata cowok yang tadi sibuk dengan ponselnya. Walaupun hanya sebentar tapi aku merasakan gugup yang tiba-tiba menyerang. Aku tetap berjalan melewati mereka, masuk ke dalam gedung dan menaiki tangga untuk menuju mushola terlebih dahulu.

"Telat, tadi rame," kata Dira begitu aku mengambil duduk di sampingnya. Ternyata Pak Kasmir tidak ada di ruangan, membuat ku sedikit lega.

"Kayaknya tadi rame banget, kok cepet banget Ra."

"Tadi di bantuin sama Bu Retno."

"Ohhh .." sahut ku menganggukkan kepala. Di kubikel masing-masing, Pak Bagus, Pak Wito, Pak Burhan dan Pak Kasiran sibuk bekerja. Aku tidak melihat Pak Karim dan Pak Halabah, mungkin sedang keluar.

"Tau nggak? tadi ada yang ganteng banget," kata Dira dengan antusisnya. Aku pun menoleh ke arahnya. "Sumpah Ta, sebelas dua belas sama Aliando lah."

"Aku juga tadi ketemu cowok ganteng," gumam ku pelan.

"Namanya .... siapa ya, lupa aku ... nanti," Dira tiba-tiba membuka buku nama-nama pendaftar yang sudah mengambil form pendaftaran. Dia tampak berseri-seri.

"Muhammad Raka Prasetyo," kata Dira membaca salah satu nama yang dia temukan. Dia langsung menoleh ke arah ku. "Namanya Raka, gila .. beneran ganteng, putih lagi."

Aku tersenyum melihat keantusiasan Dira. "Tadi sebelum aku kesini juga ketemu cowok, ganteng, putih, badannya kayaknya nggak terlalu besar, mungkin Muhammad Raka Prasetyo itu kali Ra."

"Iya mungkin, nanti kan dia ngumpul berkas persyaratan, pokoknya aku harus ketemu dia lagi."

Dalam hati, aku pun jadi penasaran dengan cowok yang aku lihat, apakah dia Muhammad Raka Prasetyo atau bukan. Setidaknya aku punya kesempatan untuk memastikannya. Seperti Dira, aku pun ingin bertemu lagi dengannya.

***

Waktu pun berganti dengan cepat, dan hari ini adalah hari terakhir calon mahasiswa baru jalur mandiri mengumpulkan berkas persyaratan. Sama seperti dua hari yang lalu, aku masih menunggu kedatangan Muhammad Raka Prasetyo. Beberapa kali aku melihat nama-nama calon mahasiswa baru yang sudah mengumpulkan berkas. Siapa tau dia sudah mengumpulkan berkas disaat aku sedang tidak ada. Tapi ternyata sampai sekarang dia belum juga mengumpulkan berkas. Ada rasa khawatir, kalau saja dia tidak akan kembali. Mungkin membatalkan kuliah di kampus tempat ku PKL.

Tapi, aku juga bingung dengan diri ku. Kenapa bisa menunggu seseorang yang tidak ku kenal sampai  segininya. Aku menekankan pada diri ku, bahwa aku hanya penasaran saja dengan cowok yang aku temui, apakah dia memang Muhammad Raka Prasetyo yang dimaksud Dira atau bukan. Tapi logika ku memperingati, terus.. kalau memang benar bahwa Muhammad Raka Prasetyo adalah cowok itu, kenapa?

Aku jadi pusing sendiri, sebenarnya aku hanya penasaran atau jatuh suka. Mungkin tidak sampai jatuh suka sih, itu terlalu jauh, kan aku baru pertama kali bertemu, itu pun hanya saling pandang sebentar. Apa aku mengalami suka pada pandangan pertama?

"Huhhh ..." dengus ku karena pusing dengan pikiran sendiri.

"Kenapa sih?" tanya Dira di samping ku yang sibuk dengan ponselnya.

"Nggak papa," sahut ku. "Ini hari terakhir kan ya Ra, tapi kok masih ada lima orang yang belum ngumpulin berkas."

"Nggak tau juga, nggak jadi kuliah di sini kali," sahut Dira cuek.

Aku pun hanya melihat luar kaca loket. Di depan tidak banyak kendaraan yang terparkir, itu karena hari sudah sore. Jam arloji ku menunjukkan angka 16.00 dan tandanya tiga puluh menit lagi akan tutup. Aku menelungkupkan kepala ku di lipatan kedua lengan ku. Seharusnya lima orang itu cepat-cepat datang sebelum loket di tutup.

"Ta, tolong berikan berkas ini ke Bu Retno," suruh Pak Kasmir tiba-tiba.

Aku pun langsung berdiri dari duduk ku, kemudian mengambil berkas di meja Pak Kasmir, lalu keluar menuju ruang kemahasiswaan tepatnya di depan ruang akademik. Aku memang anak PKL dan kodrat anak PKL adalah di suruh-suruh. Setelah memberikan berkas ke Bu Retno ternyata aku mendapatkan tugas lagi, yaitu memfotocopy entah dokumen apa, tapi lumayan banyak.

Dan di sinilah aku, mengantri fotocopy sambil meminum air mineral yang tadi ku beli. Ternyata di sini banyak mahasiswa-mahasiswa semester akhir yang sibuk dengan skripsinya. Aku pun melihat betapa sibuknya mereka sampai giliran ku.

"Mau berapa lembar?"

"Lima belas lembar Bu."

Sambil menunggu selesai, aku kembali duduk sambil melihat chatan teman-teman. Betapa seriusnya aku, sampai tidak sadar ada orang lain yang duduk di sebelah ku.

"Anak PKL ya?"

Aku langsung menolah, sedikit kaget. "Eh iya," kata ku sambil tersenyum.

"Dari sekolah mana?"

"SMK Himpuda, Mba,"

"Oh, di daerah Natar ya?"

Aku mengangguk. Dan tiba-tiba teman Mba itu menghampiri lalu mereka keluar. Aku kembali melihat ponsel ku dan kembali membalas chatan.

"Sudah selesai, dek."

"Oh iya Bu," kata ku menghampiri sambil memasukkan ponsel ke kantong baju.

"Saya disuruh memberikan ini Bu."

Aku segera memberikan kertas kecil yang di atasnya tertulis Memo dengan ukuran huruf yang besar. Ibu itu menerima, dan aku pun mengucapkan terima kasih, lalu langsung berbalik.

Betapa kagetnya aku, ternyata di belakang ku ada orang. Dan sepertinya orang itu juga kaget karena aku berbalik tiba-tiba. Hampir aku tidak bisa berbicara karena melihat cowok yang pernah ku temui sedang sibuk bermain ponselnya. Ya, dia orang itu.

"Maaf ..." kata ku.

"Oh iya, nggak papa."

Jantung ku seperti ingin meledak. Aku mengeratkan pegangan di dokumen-dokumen yang ku pegang ketika cowok itu tersenyum maklum. Reflek aku ikut tersenyum sebelum pergi meninggalkan tempat fotocopy an.

"Ra, Muhammad Raka Prasetyo udah ngasih berkas?" tanya ku saat sudah duduk di samping Dira.

"Udah," sahutnya sambil tersenyum. "Lagi fotocopy dia."

Fotocopy? berarti dia orangnya?

Ketika aku masih berpikir, Pak Kasmir memerintah Dira untuk memberikan berkas kepada Pak Wayan. Aku pun menoleh ke arah Dira ketika dia malah mendengus tidak suka.

"Ck, nanti kan si Raka kesini lagi."

Aku masih memperhatikan Dira yang keluar dari ruang akademik dengan raut muka yang sebal, sampai-sampai seseorang mengetuk kaca loket. Aku pun menoleh dan sedikit kaget karena dia lah cowok yang ku temui di tempat fotocopy.

Aku lantas mencoba menormalkan diri, lalu menarik berkas di map warna merah dengan nama Muhammad Raka Prasetyo yang tadinya di tangani Dira. Aku mengecek kelengkapan berkas itu dan juga meneliti form yang harus diisi lengkap. Sedangkan Muhammad Raka Prasetyo menunggu di luar.

"Ini nanti jangan sampai hilang dan di tunjukkan saat administrasi."

Aku memberikan selembar kertas yang sudah ku tanda tangani dengan sedikit gemeteran di lubang loket. Muhammad Raka Prasetyo mengangguk, lalu pergi dari kaca pembatas antara diri ku dan dia.

Dada ku berdetak kencang, sampai tidak sadar aku menempelkan tangan ku untuk merasakan detakan jantung ku yang tidak normal seperti biasanya.

"Gerogi banget Ta sampai salah kasih," kata Pak Bagus melihat ke arah ku sambil tersenyum tertahan.

"Eh, enggak kok Pak," sahut ku membantah.

"Kalok enggak kok sampai yang di kasih kertas yang hijau dan pink bukan yang putih."

Aku pun langsung melihat ke meja. Aku langsung menepuk jidat reflek. Sial! aku melihat keluar kaca dan menemukan Raka sedang memakai jaketnya. Buru-buru, aku keluar ruangan sambil membawa kertas yang berwarna putih, dan meninggalkan Pak Bagus yang tertawa keras.

"TUNGGU!!!" teriak ku, mencegah cowok itu menstater motornya. Tapi sepertinya dia tidak mendengar. Bisa kena marah aku kalau sampai tidak bisa mengejarnya.

"Kak Raka! MUHAMMAD RAKA PRASETYO!"

Dan berhasil, akhirnya cowok itu menoleh ke arah ku. Dan aku pun tidak berhenti berlari untuk menghampirinya. Akibatnya, nafas ku jadi memburu. Aku sedikit membungkukkan badan untuk mengatur nafas di sampingnya. Berlarian keluar gedung sambil menuruni tangga, benar-benar gila.

"Ada apa ya?" tanya Muhammad Raka Prasetyo membuka kaca helmnya.

Aku menegakkan badan ku, kemudian menghembuskan nafas perlahan. Melihatnya dengan ekspresi keheranan membuat ku malu. Bodohnya aku.

"Ma- maaf kak, tadi saya ngasih kertas yang salah, seharusnya saya kasih yang warna putih," kata ku mengulurkan kertas di tangan ku.

Dia lantas membuka tasnya dan mengeluarkan kertas berwarna pink dan hijau. Melihat itu, aku berpikir, kenapa aku bisa salah. Kalau Pak Kasmir tau, mati aku. Karena kertas yang berwarna merah dan pink untuk input kampus.

"Ini? kenapa bisa salah?" tanyanya yang membuat ku bingung untuk menjawab.

"Emm ... maaf kak, mungkin saya kurang konsentrasi," maksud ku kurang konsentrasi karena gerogi.

"Kurang konsentrasi?" katanya heran.

"Iya."

Raka terlihat tersenyum. "Anak PKL dari Himpuda ya?"

"Loh! kok tau?" tanya ku kaget.

"Iya lah," katanya semakin tersenyum lebar. "Ini sudah belum? apa ada yang salah lagi?"

"Eh, enggak kok kak, ini aja," kata ku gugup akibat melihat senyum manis cowok dihadapan ku.

"Ya udah, saya balik ya ... Neta Wulandari."

"Loh, kok kakak tau nama saya?" tanya ku semakin heran.

Muhammad Raka Prasetyo terkekeh, lalu tangan kirinya menempel pada dada kirinya sembari melirik ku. Lantas aku pun langsung melihat bagian diri ku, di sana tertempel name tag dan asal sekolah ku. Betapa bodohnya aku.

Bahkan aku terus merutuki diri sendiri hingga tak sadar motor yang di kendarai cowok bernama lengkap Muhammad Raka Prasetyo pergi menjauh setelah memberi bunyi klakson tanda pamit.

Aku sangat kaget karena dia tau asal sekolah dan nama ku. Taunya dia hanya membaca name tag. Baru kali ini aku sangat bodoh berhadapan dengan cowok. Dan baru pertama kali juga bertemu cowok yang membuat jantung ku bekerja lebih cepat. Dengan momen yang terlalu singkat, boleh kah aku berharap suatu saat bisa bertemu lagi.

***

"Jodoh pasti bertemu Ta," nasihat seorang teman sekelas ku ketika aku curhat saat masa-masa PKL.

Sudah satu minggu aku kembali sekolah karena sudah menyelesaikan PKL. Kita sekelas menceritakan kisah-kisah menyenangkan dan menyebalkan saat PKL. Dan aku menceritakan tentang pertemuan ku dengan cowok yang bernama Muhammad Raka Prasetyo. Betapa berharganya momen singkat itu, dan aku akan selalu mengingatnya bersama dengan kenangan putih abu-abu yang menyenangkan.



[TAMAT]

16-02-2019 / 21:45 WIB

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url