Review buku 1975 Pengembaraan Si Giri

Buku Pengembaraan Si Giri

"Kau tahu arti Gemsem? Ya, Gembel Senen. Tak apa kita gembel. Tapi kita juga manusia yang ingin hidup tenteram." 


Keterangan buku Pengembaraan Si Giri

Judul : Pengembaraan Si Giri
Pengarang : Surasono
Penerbitan : Pustaka Jaya
Tahun terbit : 1975 (cetakan pertama)
Deskripsi fisik : 80 hlm, 21 cm x 15 cm
Bentuk karya : Cerita pendek
Bahasa : Indonesia


Sinopsis Pengembaraan Si Giri

Giri merupakan seorang remaja buta yang bercita-cita ingin melanjutkan sekolah khusus anak tuna netra di Bandung. Namun dia tersesat ke Jakarta dan tidak tau karena dia buta. Beruntung seorang penyemir memberitau bahwa keberadaan Giri yaitu di Jakarta. Giri panik, dia buta tidak tau harus kemana dan meminta tolong siapa. Bahkan si penyemir yang bernama Kurniadi yang sempat menghampirinya telah pergi kembali melaksakan pekerjaannya.

Akhirnya Giri menyusuri kota Jakarta sendiri dengan mengandalkan semua panca indera yang terlatih. Siang hari dia lapar, Giri berhenti di sebuah pohon besar dan memakan bekal ketupat yang sempat dia bawa sebelum kabur dari rumah. Akibat kekenyangan dia tertidur, kemudian tak lama seorang anak tidak jauh dari usianya menganggu tidur Giri dan merampas apa yang dia bawa. Giri kehilangan barang bawaannya termasuk rapor kebanggaan yang menjadi bukti jika dia adalah anak yang cerdas. Sembari menangis Giri menyusuri trotoar, masih sedikit beruntung karena uang dan seruling tidak termasuk yang dibawa kabur oleh pencuri.

Kemudian malam hari Giri tertidur beralasan kertas koran di emper pertokoan Pasar Senen. Tempat tersebut ternyata menjadi markas anak gelandangan ‘Gemsem’. Giri awalnya takut jika anak-anak itu mengganggunya, namun seorang pemimpinnya yang bernama Timo mengasihani Giri. Dan kemudian Giri diajak masuk menjadi anggota ‘Gemsem’. Timo sangat bijak dan berwibawa sehingga Giri merasa ada yang melindunginya. Namun kenyataan bahwa Timo ingin pergi untuk merubah nasib membuat Giri sedih karena kehilangan orang yang melindunginya.

Setelah kepergian Timo, Giri bertemu dengan lelaki tua baik hati bernama Pak Wito. Sama dengan Giri, Pak Wito pun tidak bisa melihat. Setelah saling mengobrol Pak Wito yang merupakan mantan pejuang menawari sekolah khusus tuna netra pada Giri. Kebetulan beliau memiliki sahabat yang bekerja di departemen sosial dan berjanji akan meminta bantuan pada sahabatnya untuk memasukkan Giri ke sekolah yang memang menjadi keinginan awal Giri setelah kabur dari rumah.

Namun, ada saja yang menghalangi. Kenyataan bahwa dia masih remaja dan suka terhasut oleh omongan orang lain menjadi salah satu penyebab bahkan membuatnya sempat berputus asa, belum lagi Giri sempat mengalami sakit parah beberapa hari, dan juga kabur dari rumah tumpangan salah satu temannya anggota ‘Gemsem’ karena merasa selalu merepotkan. Dia berputus asa.

Akan tetapi pada akhirnya Giri bertemu kedua pelindungnya kembali, yaitu Timo dan juga Kurniadi yang sudah dianggapnya sebagai kakak. Timo sudah menjadi kondektur, sedangkan Kurniadi atau Adi menjadi pembisnis kecil-kecilan sembari melanjutkan sekolah SMA nya.


Review buku Penggembaraan Si Giri

Pertama kali nemu cerita Pengembaraan Si Giri di aplikasi ipusnas. Nggak nyangka bisa menemukan cerita tahun 1975. Dan berawal dari penasaran kemudian baca sampai selesai. Halamannya nggak banyak yaitu 80 halaman bisa habis dalam sehari. Dan yang membuat sedikit kaget yaitu gaya bahasanya seperti cerita-cerita sekarang. Maksudnya seperti gaya bahasa sehari-hari tahun 2000-an nggak bertele-tele pula, sehingga pas baca mudah dipahami maksudnya.

Pengembaraan Si Giri sangat cocok untuk pembaca yang mudah bosan yang menyukai alur cepat dan singkat namun memberi banyak pelajaran. Ceritanya juga menarik, tentang lika-liku perjalanan anak buta yang ingin meraih keinginannya melanjutkan sekolah.

Giri adalah tokoh yang benar-benar menggambarkan sosok remaja. Misalkan remaja itu belum bisa berpendirian, masih suka terhasut dengan omongan orang lain, semangat namun terkadang tiba-tiba berputus asa dan juga merasa masih perlu perlindungan dan tuntunan.

Selain Giri, ada tokoh lainnya yang mencuri perhatian, yaitu Timo dan Adi. Timo merupakan tokoh yang tegas, berwibawa, seorang pemimpin namun pergaulannya yang salah. Seorang anak gelandangan sekaligus ketua geng berandalan jalanan yang menyimpan kebaikan dan rasa peduli pada dirinya. Dari tokoh Timo juga seolah membuka pikiran bahwa ada kebaikan di setiap orang.

Lalu tokoh bernama Adi atau Kurniadi yang menjadi tokoh favorit. Adi muncul diawal, namun dia meninggalkan Giri sendirian di stasiun. Tapi Adi adalah sosok yang baik, terkadang muncul dan menolong Giri. Dia selayaknya kakak saat tiba-tiba muncul dan mengajak Giri untuk tinggal bersama. Adi nggak terlalu banyak muncul malah menjadi tokoh pemantik penasaran bagi pembacanya.

Tapi ada satu hal yang mengganggu, yaitu penggambaran sudut pandang ketiga yang kadang membingungkan karena seolah-olah Giri nggak buta. Tapi itu cuma di bab awal, selanjutnya kembali normal. Dan yeah ceritanya lumayan emosional, karena bisa membawa pembaca seolah merasakan apa yang dirasakan Giri.

Terakhir, yaitu bab favorit ku adalah Razia dan Sang Kondektur. Dan ini buat kamu yang ingin ikut membaca dan merasakan sensasi membaca buku tahun 1975-an.
Next Post Previous Post