[CERPEN] Sisi Lain


Ketika itu, saat mata kuliah sistem operasi sedang berlangsung, suara ketukan pintu terdengar. Dosen yang sedang mengajar pun berhenti, mahasiswa juga langsung beralih memandang pintu bercat putih itu. Mereka menunggu siapa gerangan yang telah menghentikan proses belajar yang sedang berlangsung. Pintu itu pun berderit saat dosen menyuruh masuk dengan suara sedikit keras. Laki-laki berbadan kecil, tinggi dengan pakaian yang tidak rapih pun melangkahkan kakinya masuk kedalam kelas. Tasnya tersampir di bahu kiri, menampilkan ekspresi tak merasa takut. Ia pun memberikan alasan kepada dosen yang mengajar.

"Maaf pak saya terlambat, saya tadi kesasar cari-cari kelasnya."
Satu mahasiswi yang duduk di urutan terakhir nomor dua bernama Vanya langsung berbisik kepada teman di belakangnya Dewi yang juga sedang memperhatikan. "Kakak tingkat, ngulang kayaknya."
"Saya masih mentolerir kamu ya Irvan, silahkan duduk, dan jangan diulangi kembali, jika tidak mau nanti kamu tidak lulus lagi dimata kuliah saya."
Dosen itu masih mentolerir dan memang dikenal baik. Lalu kakak tingkat yang bernama Irvan pun mencari tempat duduk yang kosong. Tepat dibangku sebelah Dewi ia tiba-tiba mengambil duduk, membuat Dewi sendiri sedikit merasa aneh. Dia mencoba tersenyum ramah kepada kakak tingkat itu, lalu berbagi buku catatan saat proses belajar kembali berlangsung.
"Jadi kakak ini semester berapa?" pertanyaan Dewi berbasa-basi ketika menunggu jam selanjutnya, yang ternyata masih diikuti oleh kak Irvan.
"Semester akhir, nyusun skripsi."
"Tapi kok ngulang?"
"Iya nilainya jelek, makanya ngulang."
Dewi mengangguk-angguk paham, sembari melihat suasana yang semakin riuh oleh teman-temannya itu. Dia tetap berbasa-basi dengan kakak tingkat disebelahnya.
"Kakak ngambil jurusan sistem informasi juga?"
"Iya." jawabnya singkat fokus dengan ponselnya.
"Berarti kenal sama mba Dina ya?"
"Dina?" kak Irvan mendongak. "Dina ayu wulandari?" tanyanya lalu dianggukkan oleh Dewi. "Oh itumah sekelas, kenapa lo adeknya?"
"Bukan, cuman satu kos."
Perbincangan itu terhenti saat dosen mata kuliah algoritma dan pemrograman masuk kedalam kelas. Wajahnya datar, tak ramah sepeti dosen sistem operasi tadi. Karena itulah, kelas menjadi sangat kondusif tak ribut seperti biasanya.
Lalu ketika jam sudah menunjukkan pukul tiga sore. Mahasiswa di kelas B13SI tampak senang karena jam kuliah sudah berakhir. Disudut bangku terakhir itu Irvan meminta nomor yang bisa dihubungi milik Dewi, dengan alasan jika ada dosen, tugas atau informasi lainnya terkait mata kuliah, bisa menghubunginya langsung. Dewi menganggukkan kepala, dan memberikan nomornya dan berkata dia akan menghubungi jika ada informasi masuk terkait mata kuliah.
"Ya udah duluan ya.."
Dan setelah itu Dewi menepati perkataannya, jika akan menghubungi saat dosen sudah datang atau terkait tugas. Pembicaraan mereka tak melebar ke hal lain selain mata kuliah.
Pada suatu hari di malam hari ketika penghuni kosan nomor kamar 5 berkumpul, dan kebetulan semuanya adalah mahasiswi di kampus yang sama. Dewi iseng-iseng bertanya.
"Mba Dina tau Kak Irvan nggak? mahasiswa semester akhir yang katanya sekelas juga sama Mba Dina."
"Irvan Purnomo maksudnya?"
"Nggak tau, tapi namanya Irvan, sekelas sama Mba Dina."
"Ya itu Irvan Purnomo, kenapa? Kok kenal?"
"Iya dia ikut di kelas ku, ngulang beberapa mata kuliah."
"Nggak heran, dia emang sering nggak masuk," jawab Mba Dina tak kaget. Ia berbaring di kasur atas memainkan ponselnya, sedangkan di lantai, Kinan sedang sibuk mengerjakan tugasnya. Dewi yang tidak ada tugas berbaring di kasur nomor dua, malas-malasan.
"Di kelas mu Irvan gimana?" suara Mba Dina bertanya.
"Gimana apanya? Biasa aja kok."
"Kamu hati hati aja Wi, Irvan itu orangnya nakal, bukan nakal biasa, tapi kayak mainin cewek banget, gonta ganti dan mainnya di hotel."
"Iya tah mba?" Dewi kaget mendengar informasi yang tidak ia ketahui sebelumnya. Pikirannya kembali berputar kebelakang, mencocokkan pandangannya tentang Kak Irvan yang ia lihat di kelas. Tak terlihat nakal seperti yang dikatakan Mba Dina, biasa saja.
"Orang kayak gitu udah susah jadi baik baik, di kelas mana punya dia geng, dia nggak ada temen deket."
Mendengar itu, Dewi yang memiliki simpati dan empati tinggi, seperti merasakan sesuatu yang bisa dibilang rasa kasihan. Dia memiliki pandangan berbeda yang selalu ia pegang ketika bersosialisasi. Setiap orang memiliki sisi kebaikan dan keburukan. Sekalipun orang itu dikenal sangat baik, ada sisi buruk dalam dirinya walau sangat kecil. Begitupun dengan orang yang sangat dikenal memiliki keburukan segudang, ada sisi baik didalam dirinya yang tak bisa dilihat oleh banyak orang. Lalu Dewi tetap bersikap biasa kepada Kak Irvan. Tetap menginformasikan tentang tugas-tugas ataupun memberitau jika dosen sudah masuk, ketika Kak Irvan belum datang. Mungkin dia memang harus berhati-hati seperti yang dikatakan Mba Dina kepadanya, akan tetapi tidak harus menjauhinya bukan? Sekedar tau saja, dan tidak perlu ikut memandang buruk, begitulah prinsip Dewi.
Lalu pada tanggal 29 September, acara puncak sedang terjadi, yaitu wisuda bagi kakak tingkat semester akhir.
Dewi, Kinan dan Vanya datang khusus untuk mengucapkan selamat untuk Mba Dina. Acaranya sangat ramai seperti acara wisuda lainnya. Para keluarga datang, menghadiri dengan suka cita. Berpelukan, mengucapkan selamat atas keberhasilan sang anak atau kerabat lain karena sudah berhasil melalui jenjang perkuliahan strata satu. Ada air mata, terharu dengan perjuangan diri sendiri. Seperti Mba Dina, ia menangis saat berpelukan dengan adik-adiknya, Dewi, Kinan dan Vanya.
"Yah, masak nangis, make up nya ilang lah nanti, jadi jelek."
Mereka bertiga tau bagaimana perjuangan Mba Dina untuk sampai seperti sekarang ini. Mata panda tercipta karena selalu begadang menyusun skripsi dan program, kesal ketika program yang ia buat tak berjalan dengan semestinya, lalu marah ketika dosen pembimbing banyak memberikan coretan yang harus direfisi, dan juga tentu perasaan frustasi. Tapi semua itu sudah berlalu, kini perasaan bahagia menjalar.
Tetapi, perasaan bahagia itu mungkin tak dirasakan oleh beberapa mahasiswa yang sudah diwisuda. Ada satu yang sempat dilihat Dewi, Kak Irvan tampak bingung mencari-cari sesuatu diantara banyaknya orang. Belum sempat Dewi memanggil untuk mengucapkan selamat, Kak Irvan sudah pergi dan tak terlihat lagi keberadaannya.
Saat keluar dari gedung, Dewi melihat kembali, sosok sendiri duduk menunduk dengan atribut  wisuda yang masih menempel, di pos satpam. Sisi lain dari orang itu terlihat dimatanya. Ia tidak seperti wisudawan lainnya yang sibuk berfoto-foto bersama keluarga maupun teman lainnya. Ia sendiri dan seperti kesepian, tak bahagia ketika pandangannya melihati wisudawan lainnya yang berbahagia bersama keluarganya. Mungkin hanya perasaan Dewi, ia pun bersama Vanya menghampiri untuk mengucapkan selamat.
"Kak Irvan!" panggil Vanya sedikit keras.
Kak Irvan mendongak, tampak kaget dan beberapa detik berikutnya ia menampilkan senyumnya.
"Selamat ya kak atas wisudanya," Vanya memberikan selamat terlebih dahulu, lalu bersalaman.
Dewi pun sama, ia memberikan selamat pada Kak Irvan dan meminta do'a semoga bisa cepat menyusul.
"Makasih ya, semoga kalian cepet nyusul."
"Amin," ucap Vanya dan Dewi serempak.
"Ya udah kak, kami duluan, udah ditunggu Mba Dina soalnya."
"Iya, sekali lagi makasih ya."
Apa hanya Dewi saja yang melihat kesepian didalam diri Kak Irvan. Tak ada keluarga yang datang. Mungkin itu hanya pikiran Dewi saja. Sebelum menjauh, ia pun menyempatkan berbalik kebelakang. Memastikan mungkin keluarganya tadi sempat pergi dan sudah kembali. Tetapi tetap sama, tak ada yang menghampiri. Kak Irvan tetap sama, duduk menunduk di pos.
"Orang kayak gitu udah susah jadi baik baik, dikelas mana punya dia geng, dia nggak ada temen deket."
"Kamu hati hati aja Wi, Irvan itu orangnya nakal, bukan nakal biasa, tapi kayak mainin cewek banget, gonta ganti dan mainnya di hotel."
Ucapan itu tiba-tiba terlintas. Dewi merasa ia melihat sisi lain dari Kak Irvan. Kesepian dan kesendirian, mungkinkah?
Pada intinya, don't judge people by its cover. Orang memiliki alasan ketika menjadi buruk ataupun menjadi baik.

--Tamat--
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url